Internasional

Olahraga

Hiburan

» » » KPA Pase Desak Bentuk AMM

"Selesaikan Soal Aceh"
        
portal nanggroe aceh | Aceh Utara - Untuk menyelesaikan persoalan Aceh, sesuai dengan MoU Helsinki RI-GAM, pada 15 Agustus 2005 dan UUPA Nomor 11 Tahun 2006, perlu diturunkan kembali tim Aceh Monitoring Mission (AMM). Mereka berasal dari beberapa negara ASEAN dan Uni Eropa, untuk mengawal perdamaian Aceh kedepan. 


Hal itu ditegaskan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Pase, Aceh Utara- Kota Lhokseumawe, Tgk Zulkarnaini Bin Hamzah, kepada Rakyat Aceh, kemarin. Kata dia, lahirnya MoU itu untuk perdamaian Aceh, terwujud setelah adanya kesepakatan antara tiga pihak. Masing-masing, Pemerintah Republik Indonesia, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sebagai penengah yakni mantan Presiden Finlandia selaku Direktur CMI (Crisis Management Intiative) Martti Ahtisaari. 
 
“Pimpinan GAM, RI dan Martti Ahtisaari harus duduk kembali membahas satu dekade proses perdamaian Aceh selama sepuluh tahun. Apa yang telah kita rasakan dan masih banyak kewenangan dan kekhususan Aceh belum diberikan oleh Jakarta,”tegas eks Panglima Gam Wilayah Pase, akrab disapa Tgk Nie ini.  
 
Kata dia, Aceh Monitoring Mission (AMM) sudah lama dibubarkan setelah semua senjata milik GAM dimusnahkan. Namun, kini mereka harus bertanggungjawab dan terus mengawal proses perdamaian yang sedang berlangsung di bumi serambi Mekkah. “Kami menduga Pemerintah Indonesia masih mempermainkan Aceh, buktinya apa yang telah dijanjikan sinar semua tanpa realisasi,”ungkap Ketua KPA/DPW PA ini. 
 
Menurutnya, sudah tiga periode masa presiden telah berganti di Republik Indonesia Jakarta, tapi apa yang tertuang dalam butir MoU Helsinki dan UU Pemerintahan Aceh, belum dapat dinikmati masyarakat Aceh. Untuk menyelesaikan itu semua, tentunya Tim AMM harus kembali ke Aceh untuk mengevaluasi sejauhmana sudah berjalan perdamaian Aceh, apakah sudah sesuai dengan MoU atau tidak,”cetusya. 
 
Dia menegaskan, pihak AMM dan pemantau Internasional lainnya jangan seperti lepas tanggungjawab terhadap Aceh. Karena apa yang diperoleh oleh masyarakat Aceh dari hasil MoU dan UUPA itu, masih jauh dari harapan. “Perlu diingat Aceh adalah pemodal untuk Indonesia sejak Presiden Soekarno hingga ke SBY. Jangan permainkan hak-hak dan kewenangan serta kekhususan Aceh,”ucapnya. 
 
Ketika era Presiden SBY, sambung dia, juga pernah berjanji untuk menuntaskan terhadap butir-butir MoU Helsinki dan UUPA,  tapi nyatanya janji hanya tinggal janji. Kini presiden sudah berganti, apakah mampu menyelesaikan dan memberikan hak dan kewenangan Aceh sesuai MoU dan UUPA.(a/rakyataceh)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama