Kibaran Wacana Sang Bendera
Posted by: Unknown Posted date: Jumat, Mei 01, 2015 / comment : 0
Kemarin Mendagri Tjahjo Kumolo tetap meminta bendera Aceh diubah. Artinya qanun tentang bendera diubah.Sepertinya drama bendera dan lambang Aceh terus saja diputar. Pusat
sepertinya selalu melihat Aceh dengan stereotip negatif. Lambang dan
bendera Aceh dianggap mengadopsi simbol Gerakan Aceh Merdeka.
Aneh bin lucu bila ini menjadi acuan. Manusianya yang mantan GAM saja
sudah manjadi bagian NKRI. Jadi kenapa dengan bendera dan lambang? Dua hal itu cuma simbol. Yang namanya simbol itu secara harfiah tidak
bernyawa. Artinya lambang dan bendera itu tidak bisa memberontak. Tidak
bisa angkat senjata atau menggerakkan perang. Yang menyebabkan simbol
itu menjadi perang atau sparatis adalah manusianya.
Sekarang manusianya sudah kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Kenapa
dengan lambang dan bendera tidak bisa diterima? Siapa bahaya simbol itu
dengan manusianya? Hari ini pemerintah pusat berpelukan dengan mantan pemberontak GAM,
tapi tidak bisa berdamai dengan simbol. Kenapa ini? Ada apa sebenarnya?
Lagipula logika sederhana saja bila lambang itu menjadi bagian NKRI
yang dipakai Aceh. Maka klaim pihak lain akan tidak bermakna dan
menjadi lemah. Sepertinya kita masih amat suka mempersoalkan simbol dibanding isi.
Pemerintah pusat janganlah merasa sebagai tuan bagi daerah. Biarkan saja
daerah punya identitas tapi tetap dalam koridor NKRI. Toh di negara
lain hal ini biasa. Begitu juga bendera organisasi apapun. Selama masih
bersanding dan merah putih lebih tinggi, toh dibolehkan.
Terlalu mengada-ada bila alasan karena pernah menjadi simbol
sparatis. Sebab yang menggerakkan sparatis itu manusianya. Dan mereka
sekarang manjadi perpanjangan pemerintah pusat di Aceh. Mereka mengisi
hampir semua institusi RI di Aceh. Jadi buat apa simbol tak bernyawa itu
ditolak dan dianggap macam-macam?
Bagi Aceh jelas ini penting sebagai bukti sejarah bahwa semua
keistimewaan atas nama otonomi itu karena bendera dan lambang ini.
Artinya hanya simbol untuk mengenang saja. Simbol pemersatu dan bukti
kekhususan.
Intinya pusat jangan kehilangan logika bahwa yang memberontak dulunya
adalah manusia bukan bendera atau lambang. Bendera dan lambang cuma
benda mati dan pasif.
Dalam drama ini kita juga menyesali pemerintah Aceh. Rakyat bosan
dan muak melihat, mendengar dan menonton drama ini. Kenapa tidak pernah
selesai. Kita ada kepastian hukum. Beraninya malah cuma bicara.
“Bendera dan lambang Aceh sudah sah” itu yang kita dengar dari pihak
eksekutif dan legislatif. Tapi jangankan mengibarkan bendera, mendirikan
tiangnya saja tak berani.
Eksekutif dan legislatif terkesan memanfaatkan emosi masyarakat saja.
Seolah-olah mereka sedang berjuang. Padahal cuma retorika tanpa makna.
Sekedar alasan dapat SPPD ke jakarta. Pemerintah Aceh terus berjuang.
Begitu selalu kita dengar. Tapi yang kita lihat sepertinya eksekutif
yang dalam hal ini Gubernur one man show. DPRA juga jalan sendiri.
Padahal bila semua komponen dilibatkan tak perlu energi sebanyak ini
untuk mengurusnya.
Kita punya 17 wakil di DPRRI dan DPD. Mereka kita utus ke sana untuk
mengurus kita. Mengurus Aceh. Bukan seperti kita buang kucing ke pasar
ikan agar jangan mengganggu di rumah. Mereka kita kirim untuk bekerja,
berpikir demi Aceh.
Mereka jelas punya daya lobi lebih baik dan setara. Kemana mereka
sekarang? Sejumlah angin berhembus mengatakan pemerintah Aceh tidak
mengajak atau melibatkan mereka. Bila benar begini maka sampai kapanpun
hak Aceh sebagai mana dalam perjanjian damai akan sulit di realisasikan.
Gubernur tidak cukup melibatkan anakbuahnya. Mereka tidak punya daya
tawar. Libatkan dalam semua perundingan dan lobi pihak lain. Pihak lain
dalam hal ini adalah DPRA, DPRRI dan DPD. Agar bilapun hal ini kemudian
gagal, gubernur jangan menanggung dosa sendiri. Agar rakyat menghukum
semua yang terlibat.
Jangan mau jadi pahlawan sendiri takutnya malah jadi pecundang. Semua para pemegang amanah rakyat Aceh jangan seperti “po panteu alee, tapoh han saket ta caret han male“. (int)
About Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Post
-
habapos.com | K ali ini Satelit Indonesia kembali update channel Palapa D terbaru. Sebenarnya telah ada beberapa perubahan dari daftar...
-
PRIA yang satu ini punya banyak nama panggilan. Nama lahirnya adalah Ibrahim bin Achmad, namun di kalangan pekerja pers dan beberapa ka...
-
SYAMTALIRA BAYU- Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara, wajib memperjuangkan almarhum Teungku Cot Plie...
-
SABTU, 30 Oktober 1976, sekitar pukul 8.30 pagi. Perahu yang ditumpangi Hasan Tiro dari Malaysia merapat di Pasi Lhok, sebuah desa ne...
-
HabaPos| Lhokseumawe- Ketua Mua’limin Aceh, Tgk. Zulkarnaini bin Hamzah, menyatakan, alasan dirinya mengibarkan bendera bintang bulan d...
-
habapos | Lhokseumawe - Ketua Umum Partai Aceh (PA), H. Muzakir Manaf kerap disapa Mualem, menanyakan sikap anggota DPRK dari Fraksi PA...
-
portal nanggroe aceh | Aceh Utara - Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh Utara, membangun Rumah Sakit Pendidikan (RSP) di kampus utama ...
-
habapos | Aceh - Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengirimkan surat permintaan maaf kepada Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia a...
-
habapos.com | Lhokseumawe – Kursi empuk pejabat Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) Kabupaten Aceh Utara, kini mulai goyah. Be...
-
habapos.com | ACEH UTARA - Kafilah MTQ Aceh Utara, siap untuk merebut juara MTQ tingkat Aceh, ke-32 yang sedang berlangsung di Nagan Raya...